Two Ruk Info - Cinderella adalah salah satu dongeng paling terkenal di muka bumi ini. Status itu pun diperkuat dengan banyaknya adaptasi dongeng ini dalam berbagai format, tak terkecuali lewat film (termasuk di Indonesia). Tahun 1950, studio Walt Disney mempersembahkan film animasi bioskop Cinderella yang jadi fenomena dan dikenang hingga kini. 65 tahun kemudian, Disney mengangkat lagi kisah Cinderelladalam versi live-action garapan sutradara dan aktor Inggris, Kenneth Branagh(Thor, Hamlet).
Dikisahkan di sebuah kerajaan, seorang gadis cantik baik hati bernama Ella (Lily James, dari serial Downton Abbey) mengalami berbagai kemalangan dalam hidupnya. Ibundanya (Hayley Atwell) meninggal dunia saat ia kecil, dan beberapa lama kemudian ayahnya (Ben Chaplin) juga pergi untuk selamanya. Ella kini harus tinggal bersama ibu tiri (Cate Blanchett) dan dua saudari tirinya (Holliday Grangerdan Sophie McShera) yang selalu bersikap kasar padanya.
Suatu ketika, kerajaan mengadakan pesta dansa dengan mengundang semua gadis untuk datang ke istana. Acara ini juga dimanfaatkan oleh raja (Derek Jacobi) untuk mencari calon pendampaing sang pangeran, yang sering dipanggil Kit (Richard Madden, dari serial Game of Thrones). Ella tentu ingin datang, namun ibu dan saudari tirinya melarang keras. Sampai datanglah seorang ibu peri (Helena Bonham Carter) yang menghibur dan menolong Ella agar bisa datang ke istana. Di sanalah, Ella menemukan cinta sejatinya.
Seperti bisa dilihat, cerita Cinderella versi 2015 tidak jauh dari versi animasinya, dan itu memang disengaja oleh para filmmaker-nya. Menurut penulis skenario Chris Weitz (About a Boy, The Golden Compass), ia dan timnya memang tidak membuat sebuah versi alternatif dari Cinderella. Apa yang ditampilkan di sini juga sudah ditampilkan dalam versi klasiknya. Namun, bukan berarti filmnya hanya meniru. Sebagai nilai tambahnya, film ini juga mau memberikan motivasi dan latar belakang tokoh-tokohnya dengan lebih dalam, sehingga bisa terhubung dengan penonton zaman sekarang.
"Yang penting bagi kami bukan terlalu berusaha memodifikasi semuanya, tetapi menyoroti lebih jelas cerita yang telah ada—sebuah dunia tersembunyi penuh keheranan dan keindahan, dengan kekuatan kebaikan dan harapan sebagai tumpuannya," ucap Weitz.
Sebagai contoh,di film ini dijelaskan sebuah proses sehingga Ella tumbuh menjadi gadis dengan pandangan hidup yang positif. Ia pun memegang nasihat "have courage and be kind" dari mendiang ibunya sebagai pegangan hidupnya menghadapi segala sesuatu, bahkan dari kekejaman ibu dan saudari tirinya.
"Cinderella punya selera humor dan kedewasaan yang kuat. Dia beranggapan orang-orang tidak bermaksud berlaku kejam atau jahat. Dia bukan seseorang yang lemah atau mengasihani diri sendiri. Ia melihat sisi lucu dari segalanya. Hal-hal ini dipakai sebagai ekspresi kekuatan, bukan kelemahan," ucap Branagh.
Demikian pula halnya sosok ibu tiri. Film ini berusaha agar penonton bisa memahami kenapa ia jadi tokoh antagonis ketimbang menerima begitu saja ia adalah jahat dari sananya. "Dalam film ini, penonton akan lihat sang ibu tiri mengalami duka tersendiri, kehilangan dan sakit hati, tetapi ia melampiaskannya dengan amarah dan melakukan apa saja agar bisa menemukan kenyamanan untuk diri dan kedua putrinya," ungkap produser Allison Shearmur.
"Yang penting bagi kami bukan terlalu berusaha memodifikasi semuanya, tetapi menyoroti lebih jelas cerita yang telah ada—sebuah dunia tersembunyi penuh keheranan dan keindahan, dengan kekuatan kebaikan dan harapan sebagai tumpuannya," ucap Weitz.
Sebagai contoh,di film ini dijelaskan sebuah proses sehingga Ella tumbuh menjadi gadis dengan pandangan hidup yang positif. Ia pun memegang nasihat "have courage and be kind" dari mendiang ibunya sebagai pegangan hidupnya menghadapi segala sesuatu, bahkan dari kekejaman ibu dan saudari tirinya.
"Cinderella punya selera humor dan kedewasaan yang kuat. Dia beranggapan orang-orang tidak bermaksud berlaku kejam atau jahat. Dia bukan seseorang yang lemah atau mengasihani diri sendiri. Ia melihat sisi lucu dari segalanya. Hal-hal ini dipakai sebagai ekspresi kekuatan, bukan kelemahan," ucap Branagh.
Demikian pula halnya sosok ibu tiri. Film ini berusaha agar penonton bisa memahami kenapa ia jadi tokoh antagonis ketimbang menerima begitu saja ia adalah jahat dari sananya. "Dalam film ini, penonton akan lihat sang ibu tiri mengalami duka tersendiri, kehilangan dan sakit hati, tetapi ia melampiaskannya dengan amarah dan melakukan apa saja agar bisa menemukan kenyamanan untuk diri dan kedua putrinya," ungkap produser Allison Shearmur.
Selain mempertahankan pokok cerita yang klasik, Cinderella rupanya juga mempertahankan proses pembuatan filmnya dengan cara yang klasik pula. Terungkap bahwa Branangh sebagai sutradara berusaha tidak terlalu bergantung pada visual effects. Konsep itu kemudian diterjemahkan dalam penataan desain artistik megah yang dibangun di kawasan studio Pinewood di Inggris, di bawah pimpinan desainer produksi pemenang tiga Piala Oscar, Dante Ferreti (Hugo, The Aviator).
Branagh juga meminjam jasa perancang busana pemenang tiga Piala Oscar, Sandy Powell (Shakespeare in Love, The Young Victoria) untuk membuat Cinderella versilive-action ini tetap bernuansa magis layaknya film animasinya. Salah satu contohnya, Powell merancang gaun anggun Ella yang terinspirasi dari gaun biru versi animasinya, dengan memakai bahan-bahan terbaik mencapai 240 meter.
Sementara untuk sepatu kacanya yang ikonik, Powell bekerjasama dengan produsen kristal terkenal, Swarovski untuk merancang sepatu yang berkilau dari bahan kristal—meskipun akhirnya yang tampak di layar adalah hasil animasi CGI mengingat sepatu kaca atau kristal tidak bisa dipakai langsung.
Melengkapi itu, Branagh dan timnya memutuskan untuk merekam gambar semua gambar dengan pita film seluloid, sesuatu yang sudah sangat jarang dilakukan di era digital. Ini bertujuan memperkuat kesan klasik dari sebuah cerita yang memang berstatus klasik.
"Karya agung film-film klasik Disney semuanya memakai animasi yang digambar tangan, menginspirasi kecintaan akan seni dan apresiasi terhadap imajinasi manusia, jadi kami kembali ke belakang untuk menciptakan visual yang menjadi penghormatan kami terhadap warisan tersebut," ungkap sinematografer Haris Zambarloukos.
Cinderella sudah bisa disaksikan di bioskop-bioskop Indonesia sekarang juga. Sebagai pemanansan, simak trailer Cinderella di bawah ini. by. muvila
"Karya agung film-film klasik Disney semuanya memakai animasi yang digambar tangan, menginspirasi kecintaan akan seni dan apresiasi terhadap imajinasi manusia, jadi kami kembali ke belakang untuk menciptakan visual yang menjadi penghormatan kami terhadap warisan tersebut," ungkap sinematografer Haris Zambarloukos.
Cinderella sudah bisa disaksikan di bioskop-bioskop Indonesia sekarang juga. Sebagai pemanansan, simak trailer Cinderella di bawah ini. by. muvila