Two Ruk Info - Keputusan pemerintah kembali menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai bukti tak adanya konsep manajemen pengelolaan ekonomi yang baik. Bahkan, Enny Sri Hartati Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) mengeritik manejemen yang diterapkan pemerintah itu sama saja seperti manajemen warung kopi.
Menurut Enny, kebijakan penghapusan subsidi BBM membuat harga BBM dilempar ke harga pasar. Akibatnya, harga BBM naik-turun dengan mudah karena mengacu harga minyak dunia yang berfluktuasi. Apalagi kata dia, pengelolaan negara yang dilakukan pemerintah tak memiliki konsep yang jelas.
Dia menjelaskan, gaya pemerintah mengelola negara, terutama ekonomi saat ini, cenderung reaktif dan hanya berorientasi jangka pendek. Salah satu kebijakan yang dinilai Enny reaktif adalah penghapusan subsidi BBM.
Bahkan, Enny menyebut pemerintah tak memiliki perencanaan kebijakan yang baik. Hal itu yang dinilai Enny sama dengan cara mengelola ala warkop yang terbilang sederhana.
Pemerintah melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium untuk Wilayah Penugasan luar Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Bali (Jamali), naik masing-masing Rp 500 per liter dari harga lama.
"Karena dengan menghapus subsidi kan artinya tidak memperhitungkan secara komprehensif. Kita setuju pengurangan subsidi tapi kan kalau seperti ini tidak rasional," kata dia.
Pelaksana Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), IGN Wiratmaja Puja mengatakan, harga solar naik menjadi Rp 6.900 per liter dari Rp 6.400 per liter. Sementara itu, harga bensin Premium RON 88 naik menjadi Rp 7.300 per liter dari harga Rp 6.800 per liter. (Baca: Di Luar Jawa, Madura, dan Bali, Harga Premium Jadi Rp 7.300 Per Liter, Solar Rp 6.900)
Wira menuturkan, keputusan tersebut diambil terutama atas dinamika dan perkembangan harga minyak dunia dan akan berlaku pada Sabtu (28/3/2015) mulai pukul 00.00 WIB.
Adapun untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali, harga BBM jenis premium naik menjadi Rp 7.400 per liter dari harga awal Rp 6.900 per liter. Harga solar di Jamali sama dengan yang ditetapkan di luar Jamali, yaitu Rp 6.900 per liter.