PEMERINTAH Indonesia hingga kini masih menginvestigasi kasus ditangkapnya 16 warga negara Indonesia (WNI) ketika hendak menyeberang ke Suriah oleh otoritas Turki. Apakah terkait dengan jaringan ISIS atau tidak. Apalagi, 11 dari 16 WNI yang ditangkap itu merupakan anak-anak.
Wakapolri Komjen Pol Badroddin Haiti mengatakan, guna mengungkap kasus tersebut, Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah mengirikan tim khusus ke Turki. Keberangkatan tim khusus itu untuk menggali informasi atas motif keberadaan 16 WNI yang hendak menyeberang ke Suriah dan kini ditahan otoritas Turki.
Komjen Badroddin bahkan menyebut ada dugaan ke-16 orang itu didanai oleh seseorang atau lembaga yang memiliki koneksi dengan ISIS. Badroddin pun mengaku pihaknya masih terus menyelidiki siapa donatur tersebut."Itu harus diklarifikasi.? Informasi seperti itu ada, tapi saya tak mau sampaikan dulu karena yang dari sana (Turki) apakah terkait jaringan terorisme atau tidak," kata Badrodin di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Minggu (15/3/2015).
Ketika ditanya peran anak-anak yang termasuk dalam rombongan 16 orang itu Badroddin belum bisa memastikan."Saya lihat beberapa keluarga tidak ada laki-lakinya, apakah di sana (Suriah) atau tidak. Kalau memang tidak di sana (Suriah), motifnya apa? Itu harus kita selidiki. Apakah di sana hanya untuk mencari penghidupan yang lebih baik saja," ujarnya.
Sementara itu Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengaku siap membantu Polri untuk menyelidiki donatur 16 WNI tersebut.
"PPATK tentu siap membantu Polri untuk menelusuri aliran dana para terduga teroris termasuk pihak yang membiayai," kata Agus, Minggu (15/3/2015).
Dia menjelaskan berdasarkan UU Nomor 9 tahun 2013 tentang Anti Pendanaan Terorisme, perbuatan yang mendukung pendanaan terorisme dikategorikan sebagai delik kejahatan dan diancam pidana penjara.
Selain itu, lanjutnya, berdasarkan Pasal 2 UU TPPU No 8 tahun 2010, terorisme adalah tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang. Sehingga penelusuran aliran dana teroris adalah merupakan tugas PPATK.
"Selama ini pun PPATK dan Polri serta Densus 88 selalu bekerjasama dengan efektif untuk membongkar jaringan teroris melalui upaya penelusuran aliran dana. Karena metode follow the money merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengetahui jaringan teroris," pungkasnya.
Menurut Agus Santoso, pihaknya sejauh ini terus memantau perkembangan aliran dana kegiatan radikal di Tanah Air. "Sudah kami pantau dan tracing. Tapi kami tidak bisa memberikan detailnya. Karena masih bersifat rahasia," kata Agus.
PPATK sendiri belum bisa menginformasikan jumlah dana yang beredar sebagai pendanaan terorisme. Dikatakannya, sejauh ini data yang sudah dikumpulkan PPATK masih terus dikembangkan.
Masih adanya aliran dana untuk terorisme di Indonesia menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Mengingat Indonesia selama ini telah keluar dari daftar hitam negara rawan pencucian uang dan blacklist dari Financial Action Task Force (FATF).
Agus menegaskan, tentunya tindakan sponsorship teroris ini telah dilakukan upaya pencegahan dan komitmen memberantas pendanaan terorisme. Usaha Indonesia untuk keluar dari daftar hitam dilakukan sejak 2012.
Ia membeberkan, setidaknya ada tiga bentuk penyalahgunaan lembaga non profit (NPO) yang diperuntukkan untuk pendanaan terorisme. "Pertama, penyalahgunaan unregistered local NPO, yang beroperasi sebagai sekolah berbasis agama oleh kelompok radikal sehingga pemerintah sulit mengontrol,” sambungnya.
Selanjutnya, terduga teroris yang bersembunyi pada registered NPO, lalu ada Yayasan Panti Asuhan yang dijadikan sebagai salah satu trik menutupi aktivitas teroris.
Agus menegaskan, pihaknya juga berkoordinasi dengan BNPT untuk mendalami pemantauan terhadap aliran dana teroris di Indonesia. "Kami juga berkoordinasi intens dengan Polri dan juga Bank Indonesia (BI) terkait kerja sama pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme," cetusnya.
"Informasi adanya pendanaan teroris terus kami berikan kepada aparat penegak hukum. Kita tahu tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang menggunakan mekanisme serta instrumen pembayaran merupakan ancaman nyata terwujudnya stabilitas serta integritas sistem keuangan," tandasnya. sumber by. korankota.co.id